DMBGlobal.CO.ID – Pemerintah terus memperkuat sistem pengamanan dalam tata kelola nilai ekonomi karbon untuk mencegah kejahatan karbon dan menjaga integritas pasar karbon nasional.
Langkah ini menjadi bagian penting dari upaya Indonesia dalam mencapai target iklim nasional dan meningkatkan kepercayaan internasional terhadap sistem perdagangan karbon dalam negeri.
Menteri Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan pentingnya transparansi dan keadilan dalam tata kelola perdagangan karbon.
Ia mengingatkan, “Menghadapi kejahatan karbon adalah tantangan nyata yang harus diatasi dengan serius. Jika proyek fiktif, data palsu, atau izin ilegal dibiarkan, bukan hanya target iklim yang gagal tercapai, tetapi juga kepercayaan publik terhadap Indonesia yang akan terkikis.”
Pengetatan Pengawasan dan Kolaborasi Internasional
Menteri Hanif menekankan pengawasan yang lebih ketat serta tindakan tegas terhadap pelanggaran menjadi kunci menjaga kredibilitas sistem karbon.
“Oleh karena itu, pengawasan yang lebih ketat serta tindakan tegas terhadap pelanggaran dalam perdagangan karbon sangat diperlukan,” tegasnya dalam Lokakarya Nasional bertajuk “Memperkuat Pengamanan terhadap Klaim Palsu Ramah Iklim, Kejahatan Karbon, dan Penyalahgunaan Prosedur di Indonesia” yang digelar di Jakarta pada Kamis, 24 April 2025.
Untuk mendeteksi potensi penyimpangan lebih dini, pemerintah saat ini menyempurnakan sistem registrasi karbon nasional berbasis risiko.
Tak hanya itu, kerja sama internasional juga diperkuat, termasuk dengan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) dan Interpol, guna menangani kejahatan karbon lintas negara yang semakin kompleks.
Pedoman Teknis dan Pilar Pengamanan Karbon
Sebagai wujud komitmen serius, pemerintah akan segera meluncurkan pedoman teknis pengamanan nilai ekonomi karbon lintas sektor.
Sistem ini dibangun di atas tiga pilar utama, yaitu sosial, lingkungan, dan hukum. Ketiga pilar tersebut berperan penting dalam melindungi masyarakat terdampak, menjamin keakuratan data emisi, dan menutup celah regulasi yang berpotensi disalahgunakan.
Lokakarya yang berlangsung di Hotel Le Meridien, Jakarta, turut dihadiri oleh pemangku kepentingan nasional dan internasional, termasuk Duta Besar Norwegia, Australia, Inggris Raya, dan Amerika Serikat.
Hadir pula perwakilan OJK, BUMN, masyarakat sipil, serta para pakar kebijakan iklim yang turut berdiskusi tentang pentingnya pengamanan karbon dalam mendukung ekonomi hijau.
Potensi Ekonomi dan Komitmen Pemerintah
Pemerintah menegaskan nilai ekonomi karbon Indonesia sangat signifikan. Diperkirakan mencapai 16,7 miliar dolar AS pada tahun 2030, perdagangan karbon dinilai bukan hanya sebagai alat mitigasi perubahan iklim, tetapi juga sebagai peluang besar dalam meningkatkan devisa negara dan kesejahteraan masyarakat luas.
Melalui sistem yang akuntabel dan kolaboratif, Indonesia menargetkan posisi sebagai pemain utama dalam pasar karbon global, dengan tetap menjaga prinsip keadilan dan keberlanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan.(*Sumber: ecobiz.asia)