Apa Itu Perdagangan Karbon? Potensi Ekonomi Mencapai Rp3.000 Triliun!

DMBGlobal.CO.ID – Perdagangan karbon menjadi salah satu topik hangat yang semakin sering dibahas, terutama setelah diterbitkannya POJK Nomor 14 Tahun 2023.

Mekanisme ini dinilai memiliki potensi nilai ekonomi luar biasa, bahkan bisa mencapai hingga Rp3.000 triliun. Tapi sebenarnya, apa itu perdagangan karbon dan bagaimana cara kerjanya?

Pengertian Perdagangan Karbon

Mengacu pada POJK No. 14/2023, perdagangan karbon adalah mekanisme berbasis pasar yang memungkinkan terjadinya proses jual beli unit karbon. Artinya, seperti halnya komoditas lain, karbon juga memiliki harga pasar yang ditentukan oleh mekanisme supply dan demand.

Tujuan utama dari sistem ini adalah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, yang menjadi penyebab utama perubahan iklim.

Setiap aktivitas manusia, mulai dari menggunakan listrik berbasis batu bara, transportasi, hingga kegiatan industri, menghasilkan emisi karbon atau CO₂.

Dari Emisi Menjadi Unit Karbon

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dapat menghitung berapa banyak emisi CO₂ yang dihasilkan oleh suatu aktivitas atau perusahaan.

Hasil perhitungan tersebut kemudian dikonversi menjadi unit karbon, yang dapat diperjualbelikan dalam skema perdagangan karbon.

Misalnya, sebuah pabrik semen memiliki batas emisi wajar sebesar 300.000 ton CO₂ per tahun. Jika ternyata mereka menghasilkan 360.000 ton CO₂, artinya ada kelebihan 60.000 ton CO₂.

Di sisi lain, perusahaan lain yang menggunakan energi terbarukan seperti panas bumi mungkin hanya menghasilkan 90.000 ton CO₂ dari batas 150.000 ton yang ditetapkan.

Sisa 60.000 ton tersebut dapat dijual kepada perusahaan yang melebihi batas, menciptakan transaksi dalam pasar karbon.

Bagaimana Perdagangan Karbon Bisa Menghasilkan Uang?

Grafik perdagangan karbon di Indonesia menunjukkan jumlah emisi CO₂ yang diperdagangkan dan nilai transaksinya di bursa karbon nasional.
Ilustrasi perdagangan karbon (Dok. Niaga.Asia)

Perusahaan yang berhasil menekan emisi karbon akan mendapatkan insentif berupa uang dari hasil penjualan kuota karbonnya. Sebaliknya, perusahaan yang melebihi batas emisi harus membeli kuota karbon dari perusahaan lain.

Skema ini mendorong pelaku industri untuk lebih aktif menekan emisi mereka demi keuntungan finansial.
Sistem insentif dan disinsentif ini menjadi alat efektif dalam mengendalikan emisi dan mendukung tujuan mitigasi perubahan iklim.

Bursa Karbon: Awal Perdagangan Resmi di Indonesia

Pada perdagangan perdana di Bursa Efek Indonesia, tercatat ada:

• 459.000 ton CO₂ yang diperdagangkan
• 22 transaksi dengan nilai total sekitar Rp29 miliar
• Harga karbon naik dari Rp69.600 ke Rp77.000 per ton

Beberapa entitas yang terlibat dalam perdagangan ini antara lain:

• Penjual: Pertamina New & Renewable Energy
• Pembeli: Bank BCA, CIMB Niaga, Bank Mandiri, BNI Sekuritas, hingga Pertamina Hulu Energi dan Patra Niaga

Harapan dan Peluang di Masa Depan

Dengan adanya 99 PLTU batu bara di Indonesia, peluang pasar karbon untuk berkembang sangat besar. Diharapkan tidak hanya korporasi besar, tetapi juga komunitas dan daerah yang berhasil menekan emisi dapat ikut serta dalam mekanisme ini.

Perdagangan karbon bukan hanya peluang ekonomi, tetapi juga langkah konkret dalam mengatasi krisis iklim. Semakin banyak perusahaan yang berpartisipasi, maka semakin besar pula dampak positifnya terhadap lingkungan dan perekonomian nasional.(*Sumber: Metrotvnews)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *