DMBGlobal.CO.ID – Indonesia memiliki potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang sangat besar, antara lain mini/micro hydro sebesar 450 MW, Biomassa 50 GW, energi surya 4,80 kWh/m2/hari, energi angin 3-6 m/det, dan energi nuklir 3 GW.
Data potensi EBT terbaru disampaikan oleh Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi dalam acara Focus Group Discussion mengenai Supply-Demand Energi Baru Terbarukan yang baru-baru ini diselenggarakan oleh Pusdatin ESDM.
Saat ini, pengembangan EBT mengacu pada Perpres No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.
Dalam peraturan tersebut, dijelaskan kontribusi EBT dalam bauran energi primer nasional pada tahun 2025 diharapkan mencapai 17%, dengan rincian Bahan Bakar Nabati 5%, Panas Bumi 5%, Biomasa, Nuklir, Air, Surya, dan Angin masing-masing 5%, serta batubara cair 2%.
Untuk mencapai target tersebut, langkah-langkah yang akan diambil pemerintah antara lain menambah kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Mikro Hidro (PLTMH) menjadi 2,846 MW pada tahun 2025, kapasitas terpasang Biomasa 180 MW pada tahun 2020, kapasitas terpasang energi angin (PLT Bayu) sebesar 0,97 GW pada tahun 2025, kapasitas surya 0,87 GW pada tahun 2024, dan kapasitas nuklir 4,2 GW pada tahun 2024.
Total investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan EBT hingga tahun 2025 diproyeksikan mencapai 13,197 juta USD.
Beberapa upaya yang dilakukan untuk mengembangkan biomasa antara lain adalah mendorong pemanfaatan limbah industri pertanian dan kehutanan sebagai sumber energi yang terintegrasi dengan industri terkait, mengintegrasikan pengembangan biomassa dengan kegiatan ekonomi masyarakat, mendorong pabrikasi teknologi konversi energi biomassa, serta meningkatkan penelitian dan pengembangan pemanfaatan limbah, termasuk sampah kota, sebagai sumber energi.
Untuk pengembangan energi angin, pemerintah fokus pada pengembangan energi angin untuk kebutuhan listrik dan non-listrik (seperti pemompaan air untuk irigasi dan air bersih), pengembangan teknologi energi angin sederhana untuk skala kecil (10 kW) dan menengah (50 – 100 kW), serta mendorong pabrikan untuk memproduksi SKEA skala kecil dan menengah secara massal.
Dalam hal pengembangan energi surya, pemerintah mendorong pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di perdesaan dan perkotaan, mempercepat komersialisasi PLTS dengan melibatkan sektor swasta, mengembangkan industri PLTS dalam negeri, serta menciptakan sistem pendanaan yang efisien dengan melibatkan sektor perbankan.
Untuk energi nuklir, langkah yang diambil adalah sosialisasi untuk mendapatkan dukungan masyarakat serta menjalin kerja sama dengan berbagai negara guna meningkatkan penguasaan teknologi nuklir.
Sedangkan dalam pengembangan mikrohidro, pemerintah mengintegrasikan program PLTMH dengan kegiatan ekonomi masyarakat, memaksimalkan potensi saluran irigasi untuk PLTMH, mendorong industri mikrohidro dalam negeri, dan mengembangkan berbagai pola kemitraan serta pendanaan yang efektif.
- Pemerintah juga telah menerbitkan berbagai kebijakan dan regulasi untuk mendukung pengembangan EBT, seperti:
- Perpres No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional,
- UU No. 30/2007 tentang Energi,
- UU No. 15/1985 tentang Ketenagalistrikan,
- PP No. 10/1989 yang diubah menjadi PP No. 03/2005 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik, serta
- PP No. 26/2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik,
- Permen ESDM No. 002/2006 tentang Pengusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Energi Terbarukan Skala Menengah, dan
- Kepmen ESDM No. 1122K/30/MEM/2002 tentang Pembangkit Skala Kecil.
Saat ini, sedang disusun RPP Energi Baru Terbarukan yang mengatur kewajiban penyediaan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan serta pemberian kemudahan dan insentif.(*Sumber: esdm.go.id)