DMBGlobal.CO.ID – Dalam upaya mempercepat transisi energi, Indonesia perlu menjalin kemitraan strategis dengan negara berpengalaman seperti China.
Hal ini disampaikan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) yang menilai keunggulan China dalam teknologi energi terbarukan, pengembangan infrastruktur, dan investasi bersih bisa menjadi kunci sukses Indonesia mencapai target bauran energi nasional.
Dalam forum China-Indonesia Clean Energy Business Roundtable yang digelar di Shanghai, Jumat (13/6), Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menekankan bahwa keahlian China dalam investasi, pengembangan infrastruktur, dan teknologi energi bersih sangat relevan dengan kebutuhan Indonesia saat ini.
“Melalui kerja sama yang terjalin, Indonesia diharapkan dapat mempercepat pencapaian target pengurangan emisi karbon dan meningkatkan kapasitas energi terbarukan yang berkontribusi pada bauran energi nasional. Selain dukungan investasi, Indonesia juga membutuhkan teknologi yang dapat mendukung pengembangan energi surya, angin, dan hidrogen, yang menjadi prioritas utama dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN),” ujarnya.
Acara ini menjadi bagian dari rangkaian kegiatan 75 Years Indonesia–China Exchange Visit yang berlangsung pada 10–14 Juni 2025.
Forum ini diselenggarakan oleh IESR bekerja sama dengan Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) serta World Resources Institute (WRI) China, dengan tujuan mempererat kerja sama bilateral dalam bidang energi bersih dan transisi energi berkelanjutan.
Dalam paparannya, Fabby Tumiwa juga membeberkan potensi besar Indonesia di sektor energi terbarukan, antara lain:
- Energi surya: 165,9 GW
- Energi angin: 167 GW
- Mikrohidro: 0,7 GW
Namun, menurutnya, potensi ini hanya bisa terwujud jika ada kebijakan yang berpihak dan investasi skala besar di sektor energi hijau.

“Salah satu langkah konkret yang dapat diambil adalah mempercepat pengembangan kapasitas energi terbarukan dengan melibatkan sektor swasta dan peluang investasi yang ada harus dimanfaatkan semaksimal mungkin, terutama dengan melibatkan China sebagai mitra strategis dalam pembangunan infrastruktur energi terbarukan,” katanya.
Meski demikian, Fabby juga menyoroti beberapa tantangan utama dalam proses transisi energi di Indonesia. Tantangan tersebut mencakup inkonsistensi kebijakan dan terbatasnya akses pembiayaan, khususnya bagi investor lokal.
“Tantangan lainnya adalah keterbatasan dalam sumber daya manusia yang terampil di bidang energi bersih. Untuk itu, Indonesia perlu membangun kapasitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan yang berfokus pada pekerjaan hijau, serta memperkuat kemitraan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat,” tegasnya.*(Sumber: iesr.or.id)