DMBGlobal.CO.ID – Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menjalin kerja sama dengan Forum Rektor Indonesia dalam acara Forum Rektor: Kolaborasi Nasional untuk Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang digelar di Hotel Shangri-La, Jakarta, pada Jumat (28/7/25).
Forum yang mempertemukan 41 rektor dari tujuh wilayah regional ini sebagai tanda langkah penting dalam memperkuat sinergi antara kalangan akademisi dan pengambil kebijakan guna mewujudkan pengelolaan lingkungan yang berlandaskan ilmu pengetahuan, berkeadilan, serta berkelanjutan.
Dikutip dari laman resmi Kemenlh.go.id, Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan pentingnya pembangunan nasional yang berorientasi pada nilai-nilai ekologis.
“Pembangunan saat ini harus mengutamakan keseimbangan ekologis dan harkat manusia. Kita tak bisa terus menjalankan sistem yang mengabaikan aspek keberlanjutan,” tegas Menteri Hanif.
Beliau menyampaikan bahwa sekitar 80 hingga 90 persen kebijakan KLH/BPLH dirumuskan berdasarkan kajian ilmiah, sehingga keterlibatan akademisi menjadi sangat vital dalam memperkuat fondasi kebijakan yang berbasis data.
Sebagai wujud nyata kolaborasi ini, KLH/BPLH berencana untuk mengaktifkan kembali Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) di lingkungan perguruan tinggi guna mendukung proses penyusunan RPPLH, pelaksanaan KLHS, dan sistem perizinan lingkungan.
“Menteri tidak bisa bekerja hanya dengan opini. Setiap keputusan harus ditopang oleh sains. Kampus adalah mesin penggerak dan penguat landasan ilmiah negara,” ujarnya.
Isu rendahnya kapasitas pengawasan lingkungan turut menjadi perhatian, di mana satu petugas harus mengawasi lebih dari 160 kegiatan.
Kerja sama dengan universitas dipandang krusial untuk memperkuat proses audit, validasi data, dan pengawasan yang berbasis kajian ilmiah.

Dalam konteks hukum, Menteri Hanif menegaskan perlunya kontribusi para pakar dari dunia kampus.
Ia menyampaikan, “Penegakan hukum lingkungan hidup bukan pekerjaan sembarangan. Kita butuh ahli hukum lingkungan, ahli biologi, geospasial, kimia, hingga sosial. Semua harus berbasis data dan bisa dipertanggungjawabkan di pengadilan maupun publik.”
Melalui forum ini, KLH/BPLH dan kalangan akademisi menandatangani nota kesepahaman yang mencakup pembentukan konsorsium riset tematik, pengembangan kurikulum ramah lingkungan, serta penerapan indikator kampus berkelanjutan.
Sinergi ini merupakan upaya kolektif dalam merespon krisis lingkungan secara terintegrasi.
Meski Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) 2024 berada di angka 71,79 (kategori “baik”), sebarannya belum merata.
Baru 127 dari 514 kabupaten/kota yang memiliki RPPLH. Kolaborasi teknis dengan kampus menjadi strategi utama untuk mempercepat penyusunan dokumen tersebut.
KLH/BPLH juga menyiapkan program rehabilitasi mangrove sebagai kelanjutan dari mandat Badan Restorasi Gambut dan Mangrove yang berakhir pada akhir 2024.
Dari total 3,7 juta hektare mangrove, sekitar 1 juta hektare masih memerlukan peningkatan kerapatan.
Kampus, komunitas lokal, dan mitra global akan dilibatkan untuk menjamin keberlangsungan ekosistem pesisir.
Forum ini juga menyoroti pentingnya peralihan menuju paradigma ekologis di era Industri 5.0, di mana teknologi harus berpadu dengan nilai kemanusiaan dan keberlanjutan.
Perguruan tinggi diharapkan berperan aktif membentuk karakter generasi muda yang berwawasan lingkungan.
“Teknologi tidak boleh lagi jadi alat dominasi. Ia harus jadi mitra manusia dalam menciptakan masa depan yang harmonis dengan ekosistem,” ujar Menteri Hanif.
Ke depan, Forum Rektor akan dijadikan agenda tahunan dan dilanjutkan dengan forum regional yang berfokus pada ekoregion dan karakteristik lokal.
Upaya ini mendukung visi KLH/BPLH membangun sistem pengelolaan lingkungan yang ilmiah dan inklusif.
KLH/BPLH mengajak seluruh elemen masyarakat—baik individu, komunitas, pelaku usaha, sekolah, hingga media untuk berperan aktif dalam upaya pemulihan lingkungan.
Melalui keterlibatan kampus dan kerja sama lintas sektor, KLH/BPLH optimis Indonesia dapat menghadapi tantangan iklim dengan ketangguhan dan pendekatan berbasis ilmu, menuju Indonesia Emas 2045.* (Sumber: Kemenlh.go.id)