DMBGlobal.CO.ID – Industri energi hijau di Amerika Serikat kini berada dalam tekanan berat.
Salah satu pemain besar di sektor ini, Sunnova Energy International, resmi mengajukan kebangkrutan Chapter 11 pada Senin (10/6/2025).
Perusahaan instalasi panel surya atap terbesar di AS ini sebelumnya memiliki valuasi lebih dari US$5 miliar dan melayani lebih dari 400.000 pelanggan.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir, Sunnova menghadapi kesulitan besar dalam menjalankan bisnis instalasi panel surya, penyimpanan energi, dan pembiayaan untuk pelanggan residensial. Kini, perusahaan tersebut telah menjadi saham “penny stock” dengan total utang mencapai US$8,9 miliar.
CEO Paul Mathews menyoroti bahwa ketidakpastian regulasi dari pemerintah federal telah memperburuk situasi perusahaan.
“Pemerintahan saat ini menunjukkan bahwa subsidi industri surya bukan lagi prioritas dibanding menekan harga listrik dari bahan bakar fosil,” ujar Mathews, dikutip dari Wall Street Journal pada Senin (16/6/2025).
Nasib serupa juga menimpa Solar Mosaic, perusahaan pembiayaan sistem surya yang turut mengajukan kebangkrutan pada Jumat (7/6/2025).
Kedua perusahaan menyalahkan ketidakpastian kebijakan dan insentif pajak energi surya sebagai faktor utama sulitnya memperoleh pendanaan baru.
Fenomena kebangkrutan ini memperpanjang daftar kegagalan di sektor energi hijau. Tahun lalu, SunPower dan Lumio menyatakan pailit, sementara Titan Solar menghentikan operasionalnya dan meninggalkan pelanggan tanpa layanan.
Sejumlah faktor memperburuk tekanan terhadap industri energi surya, termasuk lemahnya permintaan pasar, tingginya suku bunga, dan perubahan sikap pemerintahan terkait energi terbarukan. Rencana parlemen AS untuk memotong insentif yang selama ini menopang pertumbuhan energi bersih juga menambah ketidakpastian.
Kebijakan pajak dan anggaran terbaru yang didorong Presiden Donald Trump dan disahkan DPR AS berpotensi mencabut beberapa insentif pajak untuk panel surya dan baterai.
Meski ada upaya dari senator negara bagian yang mengandalkan lapangan kerja energi bersih untuk mempertahankannya, kepercayaan investor sudah terlanjur anjlok.
Sunnova, yang didirikan pada 2012 di Texas, awalnya hadir dengan visi menyediakan energi surya bagi rumah tangga lewat skema pembiayaan yang ramah bagi konsumen yang tidak mampu membayar di muka.
Model bisnis mereka juga mencakup penyewaan panel surya dengan skema pembayaran bulanan berdasarkan konsumsi listrik.
Sejak melantai di bursa pada 2019, pertumbuhan Sunnova didorong oleh menurunnya harga panel dan insentif pemerintah. Namun sejak akhir 2023, kenaikan suku bunga membuat banyak rumah tangga menunda pemasangan sistem surya baru.
Pada 2024, kerugian bersih Sunnova mencapai US$448 juta, dan likuiditasnya terus menurun. Harga sahamnya juga merosot lebih dari 93% sejak puncaknya pada 2021 hingga April 2024.
Maret lalu, perusahaan memperoleh pinjaman darurat sebesar US$185 juta dari KKR, namun tingkat bunga yang tinggi sebesar 15% hanya memberikan ruang napas sementara.

Sekitar 90% pemegang utang subordinasi mulai membentuk tim restrukturisasi, dan Oaktree Capital membeli lebih dari US$400 juta utang Sunnova untuk memimpin negosiasi restrukturisasi.
Sebagai bagian dari upaya penyelamatan, manajemen perusahaan diganti. William Berger digantikan oleh Paul Mathews sebagai CEO, sementara Ryan Omohundro diangkat sebagai Chief Restructuring Officer. Perusahaan juga memecat lebih dari separuh karyawan pada Mei, sekitar 718 orang.
Namun, rencana pendanaan di luar jalur pengadilan gagal membuahkan hasil. Para kreditur besar seperti KKR, Atlas (Apollo Global), dan Oaktree menolak memberikan tambahan modal.
Kini, Sunnova hanya memiliki dana tunai sebesar US$13,5 juta, cukup untuk membiayai operasional selama tiga minggu awal proses kebangkrutan.
Perusahaan juga mengajukan permintaan kepada pengadilan untuk menjual sebagian aset kepada Atlas dan Lennar Homes guna memperoleh dana tambahan senilai US$31 juta.
Namun, rencana ini mendapat penolakan dari sejumlah dealer yang merasa tidak diberitahu soal aset yang mereka klaim. Persidangan atas keberatan ini dijadwalkan berlangsung pada Rabu pekan ini.
Penjualan aset memerlukan persetujuan dari KKR sebagai kreditur senior. Proses ini akan menjadi penentu penting: apakah sektor panel surya residensial di AS dapat bertahan di tengah krisis, atau justru terus mengalami kemunduran.* (Sumber: CNBCIndonesia)