DMBGlobal.CO.ID – PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) mulai mempertegas langkah transformasi bisnis dari batu bara menuju sektor pengelolaan sampah dan energi terbarukan sesuai dengan peta jalan TBS2030.
Perubahan strategi ini diperkirakan menjadi pilar utama kinerja perusahaan dalam beberapa tahun mendatang, meskipun tetap menghadapi tantangan dari sisi regulasi serta kebutuhan pendanaan.
Dilansir dari riset Samuel Sekuritas Indonesia, EBITDA TOBA diproyeksikan naik signifikan, dari US$71 juta pada 2024 menjadi US$231 juta pada 2030.
Jika saat ini kontribusi batu bara masih sekitar 88%, pada 2030 porsinya diperkirakan tinggal 1%.
Sebaliknya, pengelolaan sampah akan menyumbang 35% dan energi terbarukan 24%. Bahkan, mulai 2026 segmen sampah diprediksi mendongkrak pertumbuhan laba, dengan kontribusi mencapai 67% terhadap EBITDA.
Dalam jangka pendek, katalis utama diyakini berasal dari regulasi pemerintah.

Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) terkait Waste-to-Energy (WTE) tengah ditunggu, yang diharapkan dapat menaikkan tarif listrik WTE dari US$0,13 menjadi USD0,19 per kWh, sekaligus mempercepat perizinan Independent Power Producer (IPP).
Dengan aturan tersebut, tingkat pengembalian internal (IRR) berpotensi meningkat ke level low teens, sementara periode balik modal dapat lebih cepat, sekitar 5–6 tahun.
Pasar WTE di Indonesia juga dinilai masih sangat menjanjikan. Di Jakarta, misalnya, volume sampah mencapai 7.000 ton per hari, cukup untuk mendukung pembangunan beberapa pembangkit dengan kapasitas 40 MW.
TOBA juga membuka peluang ekspansi bukan hanya melalui proyek organik, tetapi juga lewat aksi merger dan akuisisi (M&A) dalam tiga hingga empat tahun ke depan. Dari sisi valuasi, saham TOBA masih dianggap menarik.
Saat ini, perusahaan diperdagangkan dengan EV/EBITDA 2026F di level 5,8 kali atau diskon 35% dibandingkan rata-rata sektor.
Sementara itu, price-to-earnings ratio (PER) berada di kisaran 11,6 kali, setara diskon 48% dari emiten sejenis.
Sejak April 2025, saham TOBA telah menguat 212%. Aset pengelolaan sampah milik TOBA dihargai 62,9% lebih rendah dibandingkan kompetitor, sementara aset energi terbarukan diperdagangkan di level EV/EBITDA 9,6 kali, atau 45% di bawah rata-rata perusahaan sejenis.

Adapun target harga saham TOBA yang ditetapkan Samuel Sekuritas Indonesia berada di Rp2.100 per saham.
Meski demikian, tim riset Samuel Sekuritas menyoroti sejumlah risiko.
Keterlambatan penerbitan regulasi seperti Perpres WTE dapat mengganggu proyeksi.
Selain itu, biaya pembangunan proyek berpotensi membengkak lebih besar dari perkiraan, sehingga kebutuhan pendanaan eksternal bisa meningkat.
Risiko eksekusi proyek juga disebut sebagai salah satu faktor yang perlu dicermati.* (Sumber: Bloombergtechoz)