DMBGlobal.CO.ID – Pemerintah Indonesia terus mengakselerasi agenda transisi menuju energi rendah karbon yang inklusif, mencakup tidak hanya kawasan industri dan kota besar, tetapi juga merambah daerah-daerah terpencil di wilayah timur tanah air.
Inisiatif ini tidak semata berfokus pada penyediaan listrik, melainkan menjadi bagian integral dari strategi nasional untuk memperkuat ketahanan lingkungan hidup, menurunkan emisi karbon sektor energi, dan mengurangi tekanan terhadap ekosistem hutan tropis.
Salah satu program unggulan yang mendukung langkah ini adalah MENTARI (Menuju Transisi Energi Rendah Karbon Indonesia), hasil kerja sama antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kedutaan Besar Inggris di Jakarta.
Kini memasuki fase keduanya, program MENTARI menempatkan prioritas pada pengembangan akses listrik bersih dan berkelanjutan, khususnya di wilayah-wilayah yang selama ini belum tersambung dengan jaringan listrik nasional.
“Wilayah timur adalah garis akhir yang harus kita capai agar pemerataan energi benar-benar terwujud,” tegas Dadan Kusdiana, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM dalam acara Indonesia Low-Carbon Energy Transition (MENTARI) Day di Jakarta, Kamis (3/7/2025).
Dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, pemerintah menargetkan pembangunan 49.000 kilometer sirkuit jaringan transmisi baru, dengan sebagian besar pembangunan difokuskan di Indonesia Timur. Infrastruktur ini akan mengalirkan listrik dari sumber energi baru terbarukan seperti tenaga surya, mikrohidro, dan biomassa.
Menurut Dadan, agenda transisi ini mencakup aspek yang lebih luas dari sekadar penyediaan listrik.
“Transisi energi adalah prasyarat menuju transformasi pembangunan yang inklusif dan ramah lingkungan,” ujarnya.

Dalam acara MENTARI Day di Jakarta, Kamis (3/7/2025), Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana turut memberikan keterangan resmi. (Foto: ESDM)
Akses energi bersih ke desa-desa dan pulau-pulau terpencil diharapkan mampu menekan ketergantungan masyarakat terhadap kayu bakar dan metode pembakaran biomassa tradisional.
Hal ini penting untuk mencegah deforestasi dan kebakaran hutan, terutama di kawasan Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara yang memiliki hutan alam bernilai tinggi.
Lebih lanjut, pengurangan emisi karbon dari sektor rumah tangga juga menjadi kontribusi penting dalam upaya pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) yang tertuang dalam Perjanjian Paris.
Fase kedua program MENTARI yang diperpanjang hingga tahun 2027 menekankan pentingnya integrasi antara transisi energi dan konservasi lingkungan.
Hal ini mencakup pendekatan sosial-ekologis dalam perencanaan, keterlibatan masyarakat adat, serta perlindungan terhadap kawasan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value/HCV).
MENTARI juga membuka ruang kolaborasi antara sektor energi dan kehutanan, terutama dalam proyek-proyek agrovoltaik serta pemanfaatan lahan kritis sebagai lokasi pengembangan energi surya, tanpa mengganggu fungsi ekologis lahan tersebut.* (Sumber: forestinsights.id)